Perayaan hari velentine adalah jelas dilarang dalam Islam
karena banyak hal, baik merayakan kematian pendeta kafir, tasyyabbuh/
menyerupai orang kafir dan fasik dan membuat hari raya/‘ied yang baru
serta dalil logika yang tidak sesuai seperti mengungkapkan cinta kok
hanya satu hari saja, membuang-buang harta dan lain-lain.
Dan yang lebih parahnya lagi hari valentine adalah hari “panen dan
menuai hasil” bagi para laki-laki hidung belang, serigala berjubah
domba, bertingkah kelinci dan bersifat lumba-lumba. Laki-laki pengecut
seperti ini memanfaatkan momen yang mungkin di tunggu-tunggu setelah
sebelumnya berusaha menanam sedikit tetesan cinta ke dalam ramuan
peluruh hati wanita yang bahan utamanya adalah “pengorbanan laki-laki”.
Ramuan tersebut disempurnakan dengan sentuhan akhir di momen yang tepat
yaitu bersemaikan butir coklat velentine dan berhias sepenggal syair
ungkapan cinta abadi nan palsu. Dengan kodrat titik lemah wanita akan
pujian dan perhatian, maka melangitlah setinggi-tingginya wanita
tersebut yang sejatinya nanti akan dihempaskan ke dalam karang bumi yang
terbawah. Semakin melangit semakin meninggi, semakin keras terhempas
dan semakin dalam terperosok terkubur dalam magma bumi. Jika saja yang
kaku terhempas kemudian ditoleh, tetapi ia tergeletak terbengkalai,
terbujur kaku dan hanya terlewati oleh serangga dan binatang melata
kecil yang sekedar lewat mengais penyambung hidup.
Sungguh ironis mendengar berita di media, mendekati hari valentine,
produksi kondom meningkat, dan berita tahun lalu pada pagi harinya
setelah malam valentine ditemukan banyak sampah kondom. Yang baru-baru
ini berita bahwa coklat valentine dijual satu paket dengan kondom.
Katanya karena valentine adalah hari cinta dan pembuktian kasih sayang,
dan ironisnya lagi ini ada dipikiran baik laki-laki dan wanita, tetapi
apakah pembuktian cinta yang bukan sesungguhnya dibuktikan dengan
berhubungan badan? Atau dibuktikan dengan melepaskan keperawanan?
Pembuktian cinta sejati hanya dengan menikah
Jika ada yang mengaku mencinta tetapi tidak menikahi atau segera
menikahi maka itu semua hanya cinta kasih yang menjelma saja dalam
pandangan mata yang berfatamorgana. Walaupun yang diumbar adalah sajak
romantis yang mengalahkan merdu kicauan burung, walaupun sentuhan sayang
yang dibelai mengalahkan tetesan embuh dan walaupun buah tangan yang
diberi adalah rangkaian melati bersanggul jelita. Semuanya tanpa
pernikahan adalah semi palsu bahkan tipu daya.
Mengapa? karena orang yang paling mengetahui hakikat pembuktian cinta
mengatakan bukti cinta adalah menikah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
لم ير للمتحا بين مثل النكاح
“Tidak diketahui [yang lebih bermanfaat] bagi dua orang yang saling
mencinta semisal pernikahan” [HR. Ibnu Majah no. 1847, Al-Hakim 2/160,
Al-Baihaqi 7/78 dishahihkan oleh Al-Albani dalam As- silsilah
As-shahihah no. 624]
Ulama pakar hati Ibnu Qayyim Al-Jauziyah rahimahullahu berkata,
وقد اتفق رأي العقلاء من الأطباء وغيرهم في مواضع الأدوية
أن شفاء هذا الداء في التقاء الروحين والتصاق البدنين
“Sungguh para dokter dan yang lainnya bersepakat dalam pandangan
orang-orang yang berakal mengenai pengobatan, bahwa obat dari penyakit
ini [mabuk cinta] adalah bertemunya dua ruh dan menempelnya dua badan
[yaitu menikah]”. [Raudhatul Muhibbin hal. 212, Darul Kutub Ilmiyah,
Beirut, 1403 H, Asy-Syamilah]
Sekali lagi, pembuktian cinta hanya dengan menikah!
Cinta prematur dan cinta lelehan lilin
Sebagian manusia terpedaya dengan cinta prematur, cinta yang belum
takdir waktunya untuk diturunkan dari langit. Akan tetapi nafsu
merenggut dan menarik paksa sehingga ia turun tertatih, cinta seadanya
yang dipaksakan bertahan hidup. Atau mungkin akan lenyap dalam beberapa
saat karena ia lahir sebelum garis batas waktunya yaitu pernikahan.
Cinta yang diumbar adalah cinta seumur hidup, padahal ikatannya masih
belum mempuyai simpul dan tidak jelas. Cinta yang dikira tulus kepada
diri dan jiwanya padahal ia hanya cinta kepada kecantikan rupa, hanya
cinta pada harta dan kedudukan. Ketika kecantikan bersaing kuat berlomba
dengan usia, maka kecantikan perlahan menyerah. Ketika hilang
kecantikan, hilanglah cinta, kemana lagi rayuan yang dulu, kemana lagi
buah tangan yang dulu, kemana lagi roman picisan. Apakah telah meleleh
lebih cepat dari lelehan lilin yang membakar lenyap diri sendiri?
Mereka mengatakan cinta seumur hidup? Walupun benar, Jika umur telah
menjadi perkara malaikat maut, maka usailah cinta, hanya sekedar menjadi
sejarah di dunia yang sebentar lagi dilupakan oleh orang-orang karena
episode generasi selanjutnya sudah menunggu. Karena semua yang ada di
dunia ini adalah akan sirna, termasuk cinta yang hanya mentok dengan
cita-cita ujung dunia saja. Allah Azza wa Jalla berfirman,
كُلُّ مَنْ عَلَيْهَا فَانٍ
“Semua yang ada di bumi itu akan binasa.” [Ar-Rahman: 55]
Dan bisa jadi jika orang yang saling mencintai di dunia tanpa landasan
cinta Allah akan menjadi saling bermusuhan di akhirat, Allah Azza wa
Jalla berfirman,
الأَخِلاَّء يَوْمَئِذٍ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ إِلاَّ الْمُتَّقِينَ. الزخرف
“Orang-orang yang (semasa di dunia) saling mencintai pada hari itu
sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang
yang bertaqwa.” (Az Zukhruf: 67)
Duhai para wanita dan insan yang mencari cinta, apakah ini cinta yang
engkau cari? Cinta yang berumur sehari saja? Atau berumur semalam di
malam valentine?
Apakah dan bagaimana cinta yang sejati?
Cinta sejati adalah cinta yang terus menghujam tertancap kuat, tidakkan
kecut dengan gelegar halilintar, tidakkan tergeser sejengkal tanah
dengan air bah banjir dan tidak mudah berterbangan dengan hujan badai.
Ialah cinta sejati karena Allah mencintai seseorang karena ia mencintai
Allah. Inilah cinta sejati, cinta yang takkan lenyap, tetap berangkulan
di dunia dan berlanjut bersanding di surga akhirat tanpa gangguan
cemburu bidadari.
Cinta sejati karena Agama dan akhlaknya. Jika kecantikan masa muda mulai
melambaikn tangan, kekuatan tubuh mulai melepas genggamannya akan
tetapi agama dan akhlak mulai semakin mendekap erat dan cinta tetap
bersemayam. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ثَلاَثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ حَلاَوَةَ الإِيمَانِ: أَنْ يَكُونَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ
أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا، وَأَنْ يُحِبَّ الْمَرْءَ لاَ يُحِبُّهُ إِلاَّ لِلَّهِ،
وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُودَ فِى الْكُفْرِ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِى النَّارِ. متفق عليه
“Tiga hal, bila ketiganya ada pada diri seseorang, niscaya ia merasakan
betapa manisnya iman: Bila Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai dibanding
selain dari keduanya, ia mencintai seseorang, tidaklah ia mencintainya
kecuali karena Allah, dan ia benci untuk kembali kepada kekufuran
setelah Allah menyelamatkan dirinya, bagaikan kebenciannya bila hendak
diceburkan ke dalam kobaran api.” (Muttafaqun ‘alaih)
Renungkan ringkasan kisah berikut, maka cinta yang sesungguhnya bukan
karena kecantikan, harta dan kekayaan, tetapi cinta karena Allah.
Sahabat Abdurrahman bin Abi Bakar radhiallahu ‘anhu ketika bepergian ke
Syam untuk berdagang. Di tengah jalan, ia bertemu seorang wanita
berbadan semampai, cantik nan rupawan bernama Laila bintu Al Judi. Iapun
jatuh cinta sampai tahap terkena penyakit mabuk cinta. Ia sering
menyebut-nyebut mama Laila dan mengarang beberapa syair. Ia sejatinya
merana karena cinta.
Khalifah Umar bin Al Khattab radhiallahu ‘anhu merasa kasihan kepadanya.
Kemudian umar berkata kepada panglima perang yang akan berperang ke
Syam,
قال لصاحب الجيش إن ظفرت بليلى بنت الجودي عنوة
فادفعها الى عبد الرحمن بن أبي بكر
“jika engkau menang dan mendapatkan Laila bintu Al-Judi sebagai tawanan
[menjadi budak], maka serahkanlah kepada Abdurrahman bin Abi Bakar”
فظفر بها فدفعها الى عبد الرحمن وأعجب بها وآثرها على نسائه
حتى شكونه إلى عائشة فعاتبته على ذلك ا
“maka Laila bintu Al-Judi menjadi tawanan perang dan diserahkanlah
kepada Abdurrahman bin Abi Bakar, dan Abdurrahman bin Abi Bakar lebih
mendahulukan [cintanya] dibandingkan istri-istrinya yang lain. Maka
istrinya yang lain mengadu kepada Aisyah [saudara Abdurrahman bin Abi
Bakar], tetapi teguran Aisyah dibalas olehnya, Abdurrahman berkata,
فقال والله كأني أرشف بأنيابها حب الرمان
“Demi Allah, seakan-akan aku mengisap gigi-giginya yang bagaikan biji
delima”[ia sangat menikmmati kecantikan dan kemolekan Laila bintu
Al-Judi]
فأصابها وجع سقط له قواها فجفاها حتى شكته إلى
Tak lama kemudian Laila bintu Al-Judi tertimpa penyakit yang
menyebabkan bibir bawahnya terjatuh [wajahnya menjadi jelek], maka
Abdurrahman sering berbuat kasar kepadanya [tidak cinta lagi], kemudian
Laila bintu Al-Judi mengadu kepada Aisyah maka Aisyah berkata,
فقالت له عائشة يا عبد الرحمن لقد أحببت ليلى فأفرطت
وأبغضتها فأفرطت فإما أن تنصفها وإما أن تجهزها إلى أهله
“Wahai Abdurrahman, dahulu engkau mencintai Laila dan berlebihan dalam
mencintainya. Sekarang engkau membencinya dan berlebihan dalam
membencinya. Sekarang, hendaknya engkau pilih: Engkau berlaku adil
kepadanya atau engkau mengembalikannya kepada keluarganya. Karena
didesak oleh saudarinya demikian, maka akhirnya Abdurrahmanpun
memulangkan Laila kepada keluarganya. (Tarikh Damaskus 35/34 oleh Ibnu
‘Asakir, Darul Fikr, Beirut, 1419 H, Asy-Syamilah]
Catatan:
Seperti inilah akhir cinta hanya karena kecantikan saja, maka
perhatikanlah wahai para wanita apakah laki-laki mencintaimu hanya
karena kecantikan saja? Atau ia tertarik dengan agama dan akhlakmu? Yang
perlu diperhatikan juga bahwa kita tidak boleh mencela sahabat
Abdurrahman bin Abi Bakar radhiallahu ‘anha, karena ada larangan mencela
sahabat, setiap orang pasti punya kesalahan, sahabat juga ada yang
membunuh dan ada juga yang berzina, tetapi kita tahan lisan supaya tidak
mencela mereka. Para sahabat sangat banyak jasanya terhadap Islam,
bahkan ia lebih baik dari orang yang mencelanya. Mereka juga ada sudah
bertaubat dari dosa-dosa mereka, seperti Umar bin Khattab yang dulu
mengubur hidup-hidup bayi perempuannya, dan sahabat yang dulunya kafir
dan memerangi keras Islam seperti Khalid bin Walid dan Abu sufyan.
Mereka semua sudah bertaubat dan menjadi lebih baik.
Renungan bagi para wanita
Berikut pengggalan tulisan kami yang berjudul, Antara Cintaku, Cintamu Dan Cinta-Nya [4 Permasalahan Utama Cinta Asmara] Bagian. 4
Kami tidak ingin bersemayam diatas etalase
Di sini kita tidak berbicara bagaimana wanita-wanita yang mencoba
memusatkan fokus pandangan laki-laki padanya. Kita tidak perlu berbicara
tentang wanita yang menempelkan label harga murah di tempat
perhiasannya. Kita juga tidak berbicara tentang wanita yang memakai baju
adik kecilnya. Dan tidak terlalu butuh membicarakan tentang wanita yang
gatal dan haus akan colekan nakal yang menyengit. Juga, kita tidak
terlalu perlu membicarakan wanita yang membuka lebar mahkotanya agar
disinggahi oleh banyak tawon beracun. Dan akhirnya kita perlu berbicara
banyak mengapa wanita adalah penghuni neraka yang paling banyak.
Telah bercerita kepada kami Utsman bin Al-Haitsam, ia berkata telah
bercerita kepada kami Auf dari Abu Raja’ dari Imran dari Nabi
shallallahu alaihi wa sallam, beliau bersabda,
اطَّلَعْتُ فِي الْجَنَّةِ فَرَأَيْتُ أَكْثَرَ أَهْلِهَا الْفُقَرَاءَ
وَاطَّلَعْتُ فِي النَّارِ فَرَأَيْتُ أَكْثَرَ أَهْلِهَا النِّسَاءَ
“Aku melihat ke dalam surga maka aku melihat kebanyakan penghuninya
adalah orang-orang faqir, dan aku melongok ke neraka maka aku melihat
kebanyakan penghuninya adalah wanita.” [HR. Bukhari 9/5198, Muslim
4/2096]
Wahai keturunan Hawa, mengapa kalian murahkan padahal ia mahal, mengapa
kalian tebar padahal ia terselimuti, mengapa kalian tidak mendengar
padahal ia tertulis dalam kitab para ulama bahwa,
المَرْأَةُ عَوْرَةٌ إِذَا خَرَجَتِ اسْتَشْرَ فَهَا الشَّيْطَانُ
“Wanita itu adalah aurat. Bila ia keluar, setan akan menghiasinya (untuk
menggoda laki-laki).” [HR. At-Tirmidzi no. 1173, dishahihan oleh
Al-Albani mengatakan dalam Misykatul Mashabih no. 3109]
Syaikh Abul ‘Ala’ Al-Mubarakfuri rahimahullah berkata:
( فإذا خرجت استشرفها الشيطان ) أي زينها في نظر الرجال
وقيل أي نظر إليها ليغويها ويغوى بها والأصل في الاستشراف رفع البصر للنظر إلى الشيء
“Bila wanita keluar, setan akan menghiasinya (untuk menggoda laki-laki),
maknanya adalah setan menghiasinya di mata laki-laki. Juga dikatakan,
maknanya, setan melihat wanita tersebut untuk menyesatkannya dan
menyesatkan (manusia) dengannya. Dan makna asal (الاستشراف) adalah
mengangkat pandangan untuk melihat sesuatu.” [Tuhfatul Ahwadzi 4/283,
Darul Kutub Al-‘Ilmiyah, Beirut, Asy-Syamilah].
Kemana akal kalian, sudah tahu yang akan tertarik kepada kalian dan yang
mau meladeni kalian adalah pasti lelaki yang tidak bisa menjaga
kehormatannya. Para lelaki ini yang kalian harap-harap? Para lelaki ini
yang kalian harapkan tanggung jawabnya? Para lelaki sekedar mencolek
riang saja melepas tanggung jawab. Jika mereka terlihat “terlihat”
serius mendekati, menjelma menjadi Julius Caesar yang mengicar
Cleopatra, maka ketahuilah mereka hanya dan hanya tertarik dengan apa
yang kalian murahkan. Rasa suka yang dibangun lelaki tersebut tidak
berpondasikan cinta yang murni di dunia apalagi suci di akherat. Jika
telah lenyap kecantikan, telah raib kemolekan dan telah sirna rasa
ranumnya maka lenyap pula rasa cinta, ia musnah tak barcagar, hilang tak
berbekas seakan-akan tidak pernah terlahir dan tercipta.
Atau jika wanita itu disunting, maka kesenangan hanya berumur
sepenggalah di awal pelaminan saja. Tatkala wanita itu mulai berkepala
tiga atau empat maka,
kulit mulus mulai berkelok..
badan kurus mulai bengkak..
wajah terurus mulai berkerak…
masihkah bisa diharapkan cinta lelaki tersebut? Dasar cinta sudah remuk
hancur. Lelaki yang tidak bisa menjaga kehormataanya tersebut akan
mencari cinta yang lain, akan mencari wanita lain yang juga menjual
murah. Tidakkah kita kasihan melihat batang tebu ini sudah terlanjur
ditebas dan disamak. Aduhai, kami hanya melihat ampasnya berserakan dan
dibiarkan, tidak tahu apakah ampas ini akan dibuang pada tempatnya
kemudian didaur ulang. Atau ampas ini akan tergeletak begitu saja di
lorong tempat ramainya manusia berlalu-lalang dan tidak peduli.
Kami putri malu yang bertengger di puncak jurang
Jika kalian para wanita suka diperlakukan manja bak putri raja. Maka
ketahuilah, untuk sekedar melihat wajah putri raja bagi sembarangan
laki-laki adalah bagai menyibak jerami mencari jarum. Putri raja jika
keluar dari istananya, maka ia dijaga oleh pengawal “mahramnya”, seluruh
tubuhnya tertutup berlapis keranda kereta yang kadang ditandu. Apalagi
sekedar berjabat tangan, hanya kerabat dekatlah yang memperoleh izin.
Putri raja tidak terkungkung sempit, dia tidak terbelenggu tertepikan,
dia tidak terkurung menjerit-jerit, tetapi putri raja berbahagia di
istana rumahnya, bermanja-manja bertelekan di atas dipan sederhana,
sekedar suapan nasi berkuah garam terasa lezat dari genggaman rajanya,
ia tidak berpeluh di luar istana menghadapi ganasnya dunia karena sang
raja menyediakan segalanya kebutuhan di atas qona’ahnya. Maka cemburulah
para bidadari langit. Berbahagialah di istana rumahmu wahai putri raja.
Karena rumah lebih baik bagi kalian.
Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
لا تمنعوا نساءكم المساجد وبيوتهن خير لهن
“Janganlah kalian melarang istri-istri kalian pergi ke masjid-masjid,
dan rumah-rumah mereka lebih baik bagi mereka” [HR. Ahmad 2/76, Abu
Daawud no. 567, Ibnu Khuzaimah o. 1684, Ath-Thabaraani 12/328,
dishahihkan oleh Al-Albaani dalam Shahih Sunan Abi Daawud 1/169].
Kami adalah putri malu, karena malu berhiaskan syari’at, kamu malu
menampakkan yang tidak pantas, kami malu berbicara sembarangan dengan
lelaki tang tidak kami kenal tanpa keperluan, kami malu memajang
gambar-gambar kami yang ekslusif. Karena malu yang terhormat adalah
tabiat wanita yang berjiwa hanif. Allah subhanahu wata’ala
mencontohkannya dalam Al-Quran,
وَلَمَّا وَرَدَ مَاءَ مَدْيَنَ وَجَدَ عَلَيْهِ أُمَّةً مِنَ النَّاسِ يَسْقُونَ وَوَجَدَ مِنْ دُونِهِمُ امْرَأتَيْنِ
تَذُودَانِ قَالَ مَا خَطْبُكُمَا قَالَتَا لَا نَسْقِي حَتَّى يُصْدِرَ الرِّعَاءُ
وَأَبُونَا شَيْخٌ كَبِيرٌ فَسَقَى لَهُمَا
“Dan tatkala ia (Musa) sampai di sumber air negeri Madyan ia menjumpai
di sana sekumpulan orang yang sedang meminumkan (ternaknya), dan ia
menjumpai di belakang orang banyak itu, dua orang wanita yang sedang
menghambat (ternaknya). Musa berkata: “Apakah maksudmu (dengan berbuat
begitu)?” Kedua wanita itu menjawab: “Kami tidak dapat meminumkan
(ternak kami), sebelum pengembala-pengembala itu memulangkan
(ternaknya), sedang bapak kami adalah orang tua yang telah lanjut
umurnya. Maka Musa memberi minum ternak itu untuk (menolong) keduanya.”
(Al Qoshosh : 23-24)
Kedua wanita itu, malu berdesak-desakan dengan laki-laki untuk mengambil
minum. Kemudian rasa malu tersebut masih berlanjut. Kerena kekaguman
terhadap nabi Musa ‘alaissalam membuat mereka meminta persetujuan
bapaknya agar mau menikahkan mereka dengan Nabi Musa ‘alaissalam,
Kemudian kisah berlanjut,
فَجَاءَتْهُ إِحْدَاهُمَا تَمْشِي عَلَى اسْتِحْيَاءٍ قَالَتْ إِنَّ أَبِي يَدْعُوكَ لِيَجْزِيَكَ أَجْرَ مَا سَقَيْتَ لَنَا
فَلَمَّا جَاءَهُ وَقَصَّ عَلَيْهِ الْقَصَصَ قَالَ لَا تَخَفْ نَجَوْتَ مِنَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ
“Kemudian datanglah kepada Musa salah seorang dari kedua wanita itu
berjalan penuh rasa malu, ia berkata, ‘Sesungguhnya bapakku memanggil
kamu agar ia memberikan balasan terhadap (kebaikan)mu memberi minum
(ternak) kami.’” [Al-Qashash : 25]
Kamilah si putri malu yang jika disentuh sembarangan kami akan merunduk
menjaga diri, kami perlu dimengerti dengan menyentuhnya pada tempat yang
tepat di kedalaman relung hati kami.
Kemudian kamipun bertenggar di puncak jurang, jurang yang bawahnya
dijaga oleh singa-singa mahram kami. siapa yang ingin mendapatkan kami,
harus melunakkan hati para singa dengan agama dan ahklaknya. Siapa yang
ingin mendapatkan kami harus berkorban, membuang jauh rasa takut,
keberaniannya terderam kuat di hati, mendaki pucak dengan kedua
tangaanya sendiri tanpa bergantung dengan alat. Tak peduli sedikit
tegores runcingan tebing, tak peduli perihnya beberapa luka, tidak
peduli derasnya keringat bercampur sedikit darah.
Kemudian ia tidak mendapati mawar di puncak sana, mawar berduri yang
bisa melukai, tetapi ia akan mendapati putri malu. Menyentuh putri malu
bagaikan tetesan air hujan. Dan putri malu tidak akan merunduk
bersentuhkan hujan karena putri malu malah sangat membutuhkan sentuhan
tetes air hujan tersebut.
Inilah pengorbanan yang tak akan sunggup kami menolaknya, pengorbanan
yang melelehkan hati kami, pengorbanan yang meneteskan airmata kami. Dia
bukan wanita jika tidak terluluhkan, dia bukan wanita jika tidak
tergoyah rohaninya. Dan dia memang bukan wanita jika tidak memperhatikan
kaidah dalam agama,
الجزاء من جنس العمل
“Balasan sesuai dengan perbuatan”
Bukan yang kami maksud tidak bisa menolak laki-laki sama sekali, tetapi
tidak menghargai pengorbanan dan ia sudah mengizinkan mendaki laki-laki
itu mendakinya. Jika tidak berniat dari awal dengan laki-laki tersebut,
maka berilah pagar dilembah sekitar jurang tersebut.
Kami tidak perlu lagi menjabarkan bagaimana kami layaknya tiram berisi
mutiara yang terkubur di bawah kedalaman samudera. Kami yakin laki-laki
yang akan menyelam dengan penduan syariat adalah cinta yang suci dan
tulus akan langgeng dunia dan abadi disurga. Karena ia akan mengolah
mutiara berlandaskan cinta kepada Allah karena kami yakin,
ما كان للله أبقى
“Apa-apa yang karena Allah akan kekal abadi”
Kami tidak mau dipersunting oleh pangeran berkuda putih
Kami rasa cerita ini sudah basi lagi lusuh. Sang pangeran yang melarikan
putri raja, pangeran membawa sauh, melemparnya dan tersangkut di
jendela sang putri. Dengan gagahnya mendaki puri istana, naik ke atas
memegang tali dengan pedang bersarung sebagai penyeimbangnya. Sang
putripun sangat senang diculik.
Ini memang pengorbanan, tetapi kami rasa ini pengorbanan yang sedikit.
Para pengawal puri sang putri raja mungkin sengaja membiarkan pangeran
mendaki, tidak memanahnya jatuh, karena tahu ia adalah seorang pangeran
dan untuk datangpun ia diamanjakan dengan kuda putih yang sangat mahal.
Dan yang terpenting sang pangeran masuk sembarangan dan tidak beroleh
izin. Kami khawatir pengorbanan ini palsu dan pangeran tersebut
bertopeng dibalik kain pelindung wajahnya.
Yang kami mau, kami ridhai ia, kemudian ta’aruf yang syar’i, bukan zina
berkedok ta’aruf serta mendapat persetujuan dari wali kami. Akhir kami
halal dengan kalimat Allah sehingga pembimbing dunia akhirat kami kelak
selalu ingat sabda Nabi shollallohu alaihi wa sallam,
فَاتَّقُوْا اللهَ فِي النِّسَاءِ فَإِنَّكُمْ أَخَذْتُمُوْهُنَّ بِأَمَانِ اللهِ وَاسْتَحْلَلْتُمْ فُرُوْجَهُنَّ بِكَلِمَةِ اللهِ
“Bertakwalah kepada Allah pada (penunaian hak-hak) para wanita, karena
kalian sesungguhnya telah mengambil mereka dengan amanah Allah dan
kalian menghalalkan kemaluan mereka dengan kalimat Allah” [HR Muslim
II/889 no 1218]
Berkata Imam An-Nawawi rahimahullah,
فِيهِ الْحَثُّ عَلَى مُرَاعَاةِ حَقِّ النِّسَاءِ وَالْوَصِيَّةِ بِهِنَّ وَمُعَاشَرَتِهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ
وَقَدْ جَاءَتْ أَحَادِيثُ كَثِيرَةٌ صَحِيحَةٌ فِي الْوَصِيَّةِ بِهِنَّ
وَبَيَانِ حُقُوقِهِنَّ وَالتَّحْذِيرِ مِنَ التَّقْصِيرِ فِي ذَلِكَ
“Hadits ini menganjurkan untuk memperhatikan hak-hak para wanita dan
wasiat (untuk berbuat baik) kepada mereka serta untuk mempergauli mereka
dengan baik. Telah datang hadits-hadits yang banyak yang shahih tentang
wasiat tentang mereka dan penjelasan akan hak-hak mereka serta
peringatan dari sikap meremehkan hal-hal tersebut”. [Al-Minhaj Syarh
Shahih Muslim 8/183, Dar Ihya’ut Turost, Beirut, cet. Ke-2, 1392 H,
Asy-syamilah]
Kelak suami kami akan berpegang teguh dengan hadist ini karena akad itu
tidaklah main-main, ada kalimat Allah disana. Ialah [مثاقا غالظا]
“mitsaqon gholidzo”, berupa perjanjian yang yang berat dan agung.
Tentunya mereka akan menjalankan konsekuensinya akan hak-hak kami.
wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shahbihi wa sallam
Sabtu, 29 September 2012
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar